Penyakit Paru-Paru Basah

0 komentar


Definisi, Ciri, Gejala dan Penyebab Penyakit Paru-Paru Basah


Penyakit Paru-Paru Basah
KlatenNews.com - Penyakit paru-paru basah merupakan gangguan kesehatan pada tubuh, yaitu terjadinya masalah pada saluran pernafasan yang menuju paru-paru terlalu banyak air. Paru-paru memang basah untuk melancarkan kinerjan, tapi jika terlalu banyak cairan maka dapat menimbulkan akibat yang fatal, seperti paru-paru bengkak dan menghasilkan lendir.
Penyakit paru-paru basah dikenal dengan nama bronchitis. Bronchitis muncul saat mengalami infeksi pada saluran pernafasan. Terjadinya pilek atau flu adalah penyebab paru-paru basah, Bila pilek dan flu terjadi lebih dari satu minggu, maka pergi ke dokter.
Ciri Penyakit paru-paru basah
Berikut ini ciri-ciri panyakit paru-paru basah yang sering terjadi
  • Nafsu makan berkurang
  • Berkurangnya berat badan
  • Batuk yang berkepanjangan
  • Demam
  • Batuk yang berlendir
  • Susah bernapas
Untuk mengetahui penyakit paru-paru basah, mari kita kenali terlebih dahulu gejala Penyakit paru-paru basah di bawah ini :
Telapak tangan dan kaki terasa dingin dan sering basah (keluar keringat).
Sesak nafas.
Batuk yang disertai dahak.
Dada terasa sakit saat batuk.
Penyebab penyakit paru-paru basah
penyakit paru-paru basah ini disebabkan oleh sekitar 30 macam sumber infeksi.Penyebab utamanya adalah bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia, dan partikel. Virus sinsitial pernapasan (respiratory syncitial virus atau RSV), painfluenzae, influenzae, dan adenovirus merupakan yang paling kerap menyebabkan pneumonia.
Penyakit Paru-paru basah kalau dibiarkan bisa berakibat fatal. Penyakit pneumonia dapat juga terjadi karena aspirasi kandungan lambung, air atau iritasi. Umumnya infeksi virus saluran pernapasan bawah berlangsung selama musim dingin atau hujan.
Pencegahan penyakit paru-paru basah
Pencegahan Paru – Paru Basah bisa di cegah sebelum menyerang kesehatan kita, dan berikut ini jenis pencegahan yang dapat anda lakukan.
  1. Hindari kebiasaan merokok
  2. Hindari minuman beralkohol
  3. Menjaga Kebersihan tangan
Demikian tadi share mengenai Definisi, Ciri, Gejala dan Penyebab Penyakit Paru-Paru Basah semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda dalam ilmu kesehatan.

Nilai Batas Dosis Radiasi

1 komentar


Nilai Batas Dosis



Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu
berdasarkan pada konsep dosis ambang.  Setiap dosis betapapun kecilnya akan
menyebabkan terjadinya proses kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu
pemberian dosis. Karena tidak adanya dosis ambang ini, maka masalah utama dalam
pengawasan keselamatan radiasi adalah dalam batas dosis tertentu sehingga efek yang
akan ditimbulkannya masih dapat diterima  baik oleh masyarakat. Oleh karena itu,
setiap kemungkinan penerimaan dosis  oleh pekerja radiasi maupun anggota
masyarakat bukan pekerja radiasi harus diusahakan serendah mungkin.

*       Sejarah  Nilai Perkembangan Dosis
Sejarah mengenai perkembangan nilai  batas dosis tidak terlepas dari
munculnya kesadaran akan pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun
1920-an dimana The British X-ray and Radium Protection Commitee dan American
Roentgen Ray Society mengeluarkan rekomendasi umum mengenai proteksi radiasi.
Pada awal tahun 1925, dibentuk kongres internasional radiologi yang pertama yang
membentuk Komisi Internasional untuk Satuan dan Pengukuran Radiologi (ICRU),
saat itu diperkenalkan konsep dosis tenggang (tolerance dose) yang didefinisikan
*       Universitas Sumatera Utara
sebagai:  “dosis yang mungkin dapat diterima oleh seseorang terus-menerus atau
secara periodik dalam menjalankan tugasnya tanpa menyebabkan terjadinya
perubahan dalam darah.” Pada tahun yang sama, Mutscheller memperkirakan secara
kuantitatif bahwa nilai dosis total yang diterima selama sebulan dengan nilai dosis
haruslah kurang dari 1/100 dari nilai dosis yang  dapat menyebabkan terjadinya
erythema pada kulit sehingga tidak mungkin menyebabkan kelainan jangka panjang.
Nilai penyinaran yang memungkinkan timbulnya  erythema pada kulit  diperkirakan
600 R, sehingga nilai dosis tenggang untuk  pekerja radiasi diusulkan sebesar 6 R
dalam jangka penerimaan 1 bulan.

·         Pada tahun 1928 diadakan kongres  radiologi ke-2 yang menyetujui
pembentukan  Komisi Internasional untuk Perlindungan Sinar-X dan Radium dan
secara resmi mengadopsi satuan  roentgen (R) sebagai satuan untuk menyatakan
paparan sinar-X dan gamma. Pada tahun 1934, komisi tersebut mengeluarkan
rekomendasi untuk menurunkan dosis tenggang menjadi 0,2 R / hari atau 1 R /
minggu. Pada tahun 1936, nilai dosis tenggang diturunkan lagi hingga 100 mR / hari
dengan asumsi bahwa diperhitungkan adanya hamburan balik (energi sinar-x yang
umumnya digunakan pada saat itu) dimana dosis 100 mR di udara dapat memberikan
dosis 200 mR pada permukaan tubuh.

·         Pada tahun 1950, komisi tersebut berubah nama menjadi Komisi Internasional
untuk Perlindungan Radiologi (ICRF). Berbagai perkembangan penelitian
radiobiologi dan dosimetri radiasi menyebabkan perubahan dalam teknik penetuan
nilai batas dosis yang mana komisi tersebut memutuskan: 

  Menurunkan dosis tenggang menjadi 0,05 R (50 mR) per hari atau 0,3 R (300
mR) per minggu atau 15 R / tahun


Menetapkan kulit sebagai organ kritis dengan dosis tenggangnya sebesar 0,6 R
(600 mR) per minggu.  
Perkembangan dalam dosimetri radiasi membuktikan bahwa nilai paparan
tidak tepat jika digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan dosis radiasi pada
jaringan. Oleh karena itu, pada tahun 1953 ICRU memperkenalkan  dosis serap
dengan satuan rad (radiation absorbed dose). Pada tahun 1955 ICRP
memperkenalkan konsep  dosis ekuivalen dengan satuan rem  (roentgen equivalent
man) sebagai satuan untuk menyatakan dosis serap yang sudah dikalikan dengan
faktor kualitas dari radiasi yang bersangkutan. ICRP selalu menggunakan besaran
dosis ekuivalen dengan satuan rem untuk menyatakan dosis radiasi.

*       Nilai Batas Dosis yang Diberlakukan di Indonesia
Setelah membahas lebih jauh tentang nilai batas dosis (NBD), pada bagian ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai NBD yang diberlakukan di Indonesia. Penentuan
NBD agak tinggi dimasa lalu semata-mata disebabkan oleh tingkat pemahaman efek
biologi radiasi pada saat itu yang masih agak terbatas. Sifat dari rekomendasi ICRP
ini juga tidak mengikat, dalam arti setiap negara diberikan kebebasan untuk memilih
sistem proteksi radiasi yang paling sesuai dengan kondisi negara masing-masing.

*       Nilai batas dosis yang diberlakukan di Indonesia dicantumkan dalam Surat
Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Nomor: PN 03/160/DJ/89
menekankan bahwa pekerja yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan untuk
bertugas sebagai pekerja radiasi ataupun  diberi tugas yang memungkinkan pekerja
tersebut mendapatkan penyinaran radiasi.  Selain itu, pekerja wanita dalam masa
menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang mengandung resiko kontaminasi
radioaktif yang tinggi, jika perlu terhadap wanita ini dilakukan pengecekan khusus
terhadap kemungkinan kontaminasi. Untuk itu, tujuan pemonitoran dan pembatasan
penyinaran dibedakan dua kategori pekerja radiasi yakni:
•  Kategori A, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan
atau lebih besar dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun
• Kategori B, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan
atau lebih kecil dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun

*       Adapun nilai batas dosis untuk seluruh tubuh yang bergantung pada pekerja
radiasinya (dengan pengecualian wanita hamil dan wanita masa usia subur) adalah:
•  NBD untuk pekerja radiasi yang memperoleh penyinaran seluruh tubuh
ditetapkan 50 mSv (5000 mrem) per tahun
• Batas tertinggi penerimaan pada abdomen pada pekerja radiasi wanita dalam
masa subur ditetapkan tidak lebih dari 13 mSv (1300 mrem) dalam jangka waktu
13 minggu dan tidak melebihi NBD pekerja radiasi
•  Pekerja wanita yang mengandung harus dilakukan pengaturan agar saat bekerja
dosis yang diterima janin terhitung  sejak dinyatakan mengandung hingga saat
kelahiran diusahakan serendah–rendahnya dan sama sekali tidak boleh melebihi
10 mSv (1000 mrem) dimana umumnya kondisi ini biasanya bekerja pada
kategori B
Penyinaran yang bersifat lokal yaitu pada bagian tubuh tertentu ditetapkan
sebagai berikut:
•  Batas dosis efektif yang dievaluasi adalah 50 mSv (5.000 mrem) dalam setahun
dengan dosis rata-rata pada setiap organ tidak melebihi 500 mSv (50.000 mrem)
dalam setahun
•  Batas dosis untuk lensa mata adalah 150 mSv (15.000 mrem) dalam setahun
• Batas dosis untuk kulit dalah 500 mSv  (50.000 mrem) dalam setahun. Apabila
penyinaran berasal dari kontaminasi radioaktif pada kulit, batas ini berlaku untuk
dosis yang rara-rata pada setiap permukaan 100 cm
•  Batas dosis untuk tangan, kaki dan  tungkai adalah 500 mSv (50.000 mrem)
dalam setahun 

*       Menurut White pada tahun 1990 yang mempublikasi ICRP mereferensikan
nilai batas dosis dalam bidang kedokteran gigi seperti terlihat dalam tabel berikut:

Tabel 1. Nilai dosis pada setiap jenis teknik radiografi.
Teknik Sinar‐X                                Dosis Efektif (μSv)              Dosis resiko (terkena kanker 
fatal (per juta) 

Raiografi Intraoral                           1 – 8,3                                     0,02 – 0,6 
 (Bitewing/periapikal) 
Oklusal Anterior Maksila                 8                                             0,4 
Panoramik                                      3.85 – 30                                 0,21 – 1,9 
Radiograf lateral sefalometri             2 – 3                                       0,34 
Cross‐Sectional                              1 – 189                                    1 – 14 
Tomography (per potong)                                            
CT‐ Scan (Mandibula)                    364 – 1202                             18,2 – 88 
CT‐Scan (Maksila)                        100 – 3324                              8 ‐ 242 

Bahaya Kanker Tulang

0 komentar




Kanker Tulang


Apa itu Kanker Tulang ?
Terdapat 2 jenis kanker tulang, yaitu primer dan sekunder. Kanker tulang primer merupakan kanker yang berawal di tulang, sedangkan kanker tulang sekunder terjadi akibat kanker di organ lain yang menyebar (metastasis) ke tulang.

Apa penyebab Kanker Tulang ?
Belum diketahui penyebab pasti terjadinya kanker tulang, namun ditemukan  beberapa faktor tertentu dapat meningkatkan risiko kanker tulang, seperti warisan sindrom genetik, Paget’s diseasepada tulang, dan efek terapi radiasi untuk kanker.

Bagaimana gejalanya ?
Gejala kanker tulang meliputi:
·         Nyeri tulang
·         Pembengkakan dan nyeri di dekat daerah yang terkena
·         Patah tulang
·         Sering kelelahan
·         Penurunan berat badan

Bagaimana diagnosisnya ?
·         Tes pencitraan: bone scan, computerized tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), positron emission tomography (PET), dan sinar X
·         Biopsi

Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan berdasarkan pada jenis kanker, stadium kanker, dan status kesehatan secara keseluruhan. Pengobatan kanker tulang biasanya meliputi operasi, radiasi, dan kemoterapi.

Pencegahan
Cara pencegahan umum kanker:
·         Pola hidup sehat
·         Olah raga teratur
·         Hindari merokok
·         Hindari makanan tinggi lemak
·         Konsumsilah makanan tinggi serat seperti sayuran dan buah
·         Menjaga berat badan ideal

Dampak yang ditimbulkan oleh Kanker Tulang
·         Melemahnya tulang dan terjadinya patah tulang
·         Muncul benjolan dan pembengkakan pada tulang
·         Nyeri pada tulang



Proses Film Radiografi Secara Konvesional

0 komentar


Proses Film Radiografi Secara Konvesional



A.Pendahuluan

Setelah film mendapat penyinaran dengan sinar-X, langkah selanjutnya adalah film tersebut harus diolah atau diproses di dalam kamar gelap agar diperoleh gambaran radiografi yang permanen dan tampak. Tahapan pengolahan film secara utuh terdiri dari pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing), penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying).

1. Pembangkitan

a. Sifat dasar

Pembangkitan merupakan tahap pertama dalam pengolahan film. Pada tahap ini perubahan terjadi sebagai hasil dari penyinaran. Dan yang disebut pembangkitan adalah perubahan butir-butir perak halida di dalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Sementara butiran perak halida yang tidak mendapat penyinaran tidak akan terjadi perubahan. Perubahan menjadi perak metalik ini berperan dalam penghitaman bagian-bagian yang terkena cahaya sinar-X sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh film. Sedangkan yang tidak mendapat penyinaran akan tetap bening. Dari perubahan butiran perak halida inilah akan terbentuk bayangan laten pada film.

b. Bayangan laten (latent image)

Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromida negative (AgBr) yang tersusun bersama di dalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion bromide yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron ini akan bergerak dengan cepat kemudian akan tersimpan di daiam bintik kepekaan (sensitivity speck) sehingga bermuatan negatif. Kemudian bintik kepekaan ini akan menarik ion perak positif yang bergerak bebas untuk masuk ke dalamnya lalu menetralkan ion perak positif menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Maka terjadilah bayangan laten yang gambarannya bersifat tidak tampak. Kejadian ini tergambar melalui reaksi kimia sebagai berikut:

AgBr  Ag + + Br -à

Br - + radiasi  Br -à + e -

SS + e -  SS -à

SS - + Ag +  Agà

c. Larutan developer terdiri dari:

i. Bahan pelarut (solvent).

Bahan yang dipergunakan sebagai pelarut adalah air bersih yang tidak mengandung mineral.

ii. Bahan pembangkit (developing agent).

Bahan pembangkit adalah bahan yang dapat mengubah perak halida menjadi perak metalik. Di dalam lembaran film, bahan pembangkit ini akan bereaksi dengan memberikan elektron kepada kristal perak bromida untuk menetralisir ion perak sehingga kristal perak halida yang tadinya telah terkena penyinaran menjadi perak metalik berwarna hitam, tanpa mempengaruhi kristal yang tidak terkena penyinaran. Bahan yang biasa digunakan adalah jenis benzena (C6H6). Reaksi kimia yang terjadi antara bahan pembangkit dengan film dapat dilihat sebagai berikut: '

 Ag + Oksida bahan pembangkit + Br - + H+àAg Br + Bahan pembangkit

iii. Bahan pemercepat (accelerator).

Bahan developer membutuhkan media alkali (basa) supaya emulsi pada film mudah membengkak dan mudah diterobos oleh bahan pembangkit (mudah diaktifkan). Bahan yang mengandung alkali ini disebut bahan pemercepat yang biasanya terdapat pada bahan seperti potasium karbonat (Na2CO3 / K2CO3) atau potasium hidroksida (NaOH / KOH) yang mempunyai sifat dapat larut dalam air.

iv. Bahan penahan (restrainer).

Fungsi bahan penahan adalah untuk mengendalikan aksi reduksi bahan pembangkit terhadap kristal yang tidak tereksposi, sehingga tidak terjadi kabut (fog) pada bayangan film. Bahan yang sering digunakan adalah kalium bromida.

v. Bahan penangkal (preservatif).

Bahan penangkal berfungsi untuk mengontrol laju oksidasi bahan pembangkit. Bahan pembangkit mudah teroksidasi karena mengabsorbsi oksigen dari udara. Namun bahan penangkal ini tidak menghentikan sepenuhnya proses oksidasi, hanya mengurangi laju oksidasi dan meminimalkan efek yang ditimbulkannya.

vi. Bahan-bahan tambahan.

Selain dari bahan-bahan dasar, cairan pembangkit mengandung pula bahan-bahan tambahan seperti bahan penyangga (buffer) dan bahan pengeras (hardening agent). Fungsi dari bahan penyangga adalah untuk mempertahankan pH cairan sehingga aktivitas cairan pembangkit relatif konstan. Sedangkan fungsi dari bahan pengeras adalah untuk mengeraskan emulsi film yang diproses.

2. Pembilasan

Merupakan tahap selanjutnya setelah pembangkitan. Pada waktu film dipindahkan dari tangki cairan pembangkit, sejumlah cairan pembangkit akan terbawa pada permukaan film dan juga di dalam emulsi filmnya. Cairan pembilas akan membersihkan film dari larutan pembangkit agar tidak terbawa ke dalam proses selanjutnya.

Cairan pembangkit yang tersisa masih memungkinkan berlanjutnya proses pembangkitan walaupun film telah dikeluarkan dari larutan pembangkit. Apabila pembangkitan masih terjadi pada proses penetapan maka akan membentuk kabut dikroik (dichroic fog) sehingga foto hasil tidak memuaskan.

Proses yang terjadi pada cairan pembilas yaitu memperlambat aksi pembangkitan dengan membuang cairan pembangkit dari permukaan film dengan cara merendamnya ke dalam air. Pembilasan ini harus dilakukan dengan air yang mengalir selama 5 detik.

3. Penetapan

Diperlukan untuk menetapkan dan membuat gambaran menjadi permanen dengan menghilangkan perak halida yang tidak terkena sinar-X. Tanpa mengubah gambaran perak metalik. Perak halida dihilangkan dengan cara mengubahnya menjadi perak komplek. Senyawa tersebut bersifat larut dalam air kemudian selanjutnya akan dihilangkan pada tahap pencucian.

Tujuan dari tahap penetapan ini adalah untuk menghentikan aksi lanjutan yang dilakukan oleh cairan pembangkit yang terserap oleh emulsi film. Pada proses ini juga diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air.

Bahan-bahan yang dipakai untuk membuat suatu cairan penetap adalah:

a. Bahan penetap (fixing agent).

Dipilih bahan yang berfungsi mengubah perak halida. Bahan ini bersifat dapat bereaksi dengan perak halida dan membentuk komponen perak yang larut dalam air, tidak merusak gelatin, dan tidak memberikan efek terhadap bayangan perak metalik. Bahan yang umum digunakan adalah natrium thiosulfat (Na2S2O3) yang dikenal dengan nama hypo. Reaksi kimia yang terjadi pada film adalah sebagai berikut:

Na2S2O3 + AgBr = Na2Ag(S2O3)2) + NaBr

b. Bahan pemercepat (accelerator).

Untuk menghindari kabut dikroik dan timbulnya noda kecoklatan, biasanya digunakan asam yang sesuai. Karena pembangkit memerlukan basa dalam menjalankan aksinya, maka tingkat keasaman cairan penetap akan menghentikan aksinya.

Asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) akan merusak bahan penetap dan mengendapkan sulfur, seperti terlihat pada reaksi kimia berikut:

Na2S2O3 + 2HAc  2NaAc + H2S2O4à

H2S2O3  H2SO3 +S (sulfurisasi)àß

Maka bahan pengaktif yang umumnya dipergunakan adalah asam lemah seperti asam asetat (CH3COOH). Akan tetapi dengan penggunaan asam lemah ini masih terjadi pengendapan sulfur. Untuk mengatasi hal ini maka dipergunakan bahan penangkal.

c. Bahan penangkal (preservatif).

Untuk menghindari adanya pengendapan sulfur maka pada cairan penetap ditambahkan bahan penangkal yang akan melarutkan kembali sulfur tersebut. Bahan penangkal yang digunakan adalah natrium sulfit, natrium metabisulfit, atau kalium metabisulfit.

d. Balian pengeras (hardener).

Bahan ini digunakan untuk mencegah pembengkakan emulsi film yang berlebihan. Pembengkakan emulsi akan membuat perak bromida mudah terkelupas dan pengeringan film yang tidak merata. Bahan yang digunakan biasanya adalah potassium alum [K2SO4Al3(SO4)2H2O], aluminium sulfat [Al2(SO4) 3].

e. Bahan penyangga (buffer).

Digunakan untuk mempertahankan pH cairan agar dapat tetap terjaga pada nilai 4 - 5. Bahan yang digunakan adalah pasangan antara asam asetat dengan natrium asetat, atau pasangan natrium sulfit dengan natrium bisulfit.

f. Pelarut (solvent).

Pelarut yang ummn digunakan adalah air bersih.

4. Pencucian.

Setelah film menjalani proses penetapan maka akan terbentuk perak komplek dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan tersebut dalam air. Tahap ini sebaiknya dilakukan dengan air mengalir agar dan air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.

5. Pengeringan

Merupakan tahap akhir dari siklus pengolahan film. Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak.

Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Ada tiga faktor penting yang mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi.

 http://puskaradim.blogspot.com/2010/06/proses-film-radiografi-secara.html

Terminologi & Istilah Dalam Radiologi

0 komentar


TERMINOLOGI
1. Anatomi adalah ilmu yang mempelajari susunan alat tubuh manusia
2. Fisiologi adalah ilmu yang mempelajari fungsi alat tubuh manusia
3. Osteologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tulang-tulang (Bahasa latin : Os) (Bahasa yunani : Osteon)
4. Skeleton atau rangka adalah tulang pada tubuh bersendi membentuk susunan
5. 
Retrograde cystografi adalah salah satu pemeriksaan traktus urinarius yang dikhususkan untuk memeriksa bagian vesica urinaria (kandung kemih ) dan uretra, dengan cara memasukan suatu bahan kontras yang dimasukan melalui uretra, dengan mengunakan kateter atau langsung menggunakan spuit.
6. Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan garis tengah 2 cm. Terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang pada diafragma tepat anterior terhadap aorta.
7. Radiobiologi adalah ilmu yang mempelajari efek biologi yang ditimbulkan akibat interaksi radiasi dengan bahan atau zat biologi
8. Artrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sendi ( penyakit sendi )
9. Miologi adalah ilmu yang mempelajari tentang otot
10. Neurologi adalah ilmu yang mempelajari tentang persarafan ( penyakit saraf )
11. Kardiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jantung ( penyakit jantung )
12. Gastrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang salurang pencernaan, terutama lambung dan usus
13. Oftalmologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mata ( penyakit mata )
14. Urologi adalah ilmu yang mempelajari tentang saluran kemih dan sistem reproduksi (penyakit saluran perkencingan)
15. Dermatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kulit ( penyakit kulit )
Fungsi Tulang

1. Formasi rangka : membentuk rangka tubuh
2. Formasi sendi : membentuk persendian
3. Perlekatan otot-otot
4. Kerja sebagai pengungkit
5. Penyokong berat badan
6. Proteksi : melindungi bagian yang halus
7. Pembentukan sumsum tulang ( haemopoesis)
8. Fungsi immunologis
9. Penyimpanan kalsium

Fungsi jaringan rawan : 

1. Penutup ujung-ujung tulang
2. Pada embrio sebagai penyangga sementara yang kemudian akan berubah menjadi tulang keras
3. Sebagai penyangga misalnya tulang hidung dan tulang telinga
4. Penyambung antara tulang
  

ISTILAH - ISTILAH RADIOLOGI

A
1. Abduksi : gerakan menjauhi tubuh atau badan
2. Adduksi : gerakan mendekati tubuh atau badan
3. Alae : penonjolan tulang yang berbentuk sayap
4. Amprah : surat atau kertas keterangan permintaan tindakan radiologi
5. Antebrachii : tulang lengan bawah
6. Anterior : bagian depan
7. Appendicogram : pemeriksaan untuk mendeteksi adanya gangguan pada appendiks (umbai cacing), seperti adanya penyakit usus buntu
8. Appendiks : umbai cacing
9. Appendiksitis : penyakit radang usus buntu

10. Apron : baju pelindung radiasi yang terbuat dari bahan timbal
 
11. Arteri : pembuluh darah yang membawa darah dari jantung keseluruh tubuh
12. Asendens : bagian yang naik
B
1.
 
C
1.  Os Calcaneus : tulang tumit
2.  Canaliculus / Kanalikulus : sebuah saluran tulang yang kecil
3.  Canalis : sebuah saluran tulang
4.  Caninus : gigi taring
5.  Capitulum / Kapitulum :  penonjolan sendi yang bulat dan kecil
6.  Capsula bowman : capsula ginjal yang dipagari oleh capillaries
7.  Caput / Kaput :
 penonjolan kepala sendi berbentuk bulat
8.  Cardiomegali : pembesaran jantung
9.  Caudal : bagian ekor
10.  Os Cervical : tulang leher
11.  Os Clavicula : tulang selangka
12. Colon : usus besar
13. Condylus : merupakan bagian sendi dari tulang yang membesar dan berbentuk bulat
14. Cornu / Kornu : penonjolan tulang seperti tanduk yang panjang
15. Corpus Alienum : benda asing yang masuk ke dalam tubuh
16. Os Costae : tulang rusuk
17. Os.Costae fluctuantes : tulang rusuk melayang
18. Os Costae sporia : tulang rusuk palsu
19. Os Costae vera : tulang rusuk sejati
20. Os Coxae : tulang duduk
21. Cranial : bagian kepala
22. Cranium : tulang kepala
D 
1. Defleksi : gelombang ultrasound yang dipantulkan kembali setelah mengenai permukaan media
2. Dekstra : bagian kanan
3. Dehidrasi : kekurangan cairan atau pengurangan volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran yang berlebihan atau penyusutan yang tidak diganti sehingga tidak mempunyai persediaan yang cukup
4. Densitas : derajat kehitaman dari sebuah foto rontgen
5. Desendens : bagian yang turun
6. Disfagia : kesulitan untuk menelan atau memasukan makanan
7. Dislokasi :  terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi
8. Distal : bagian yang jauh dari tubuh
9. Duodenum : bagian utama usus halus panjangnya 25 cm,berbentuk sepatu kuda, dan kepalanya mengelilingi kepala pancreas
E
1. Echo : suara atau gema
2. Edema : tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat adanya gangguan keseimbangan cairan didalam tubuh
3. Efusi pleura : pengumpulan cairan didalam rongga pleura
4. Ekstensi : meluruskan kembali sendi
5. Eksternal : bagian luar
6. Emboli : obstruksi pembuluh darah oleh badan materi yang tidak larut
 
7. Empiema : nana di dalam rongga pleura
8. Endoscopy :  suatu instrumen yang digunakan untuk memeriksa interior sebuah organ berongga atau rongga tubuh. Tidak seperti kebanyakan perangkat pencitraan medis, endoskopi dimasukkan langsung ke organ
9. Epicondylus : penonjolan yang bukan persendian, tempatnya diatas kondilus
10. Erect : posisi berdiri
F
1. Femur : tulang paha
2. Fasies : sebuah dataran permukaan sendi
3. FFD : Focus Film Distance atau jarak antara fokus pada tabung sinar - x dengan film
4. Os Fibula : tulang betis
5. Filter : berfungsi supaya berkas sinar-x yang heterogen menjadi lebih homogen sehingga kualitas menjadi baik dan juga berfungsi untuk mengurangi jumlah sinar-x dengan energi foto yang rendah yang tidak dapat dimanfaatkan dalam pencitraan sehingga tidak perlu keluar dari tabun
6. Fleksio : membengkokkan atau melipat sendi
7. Foramen : sebuah lubang kecil (pintu pada tulang)
8. Fossa : lekukan tulang yang luas
9. Fovea : sebuah lekukan tulang yang kecil
10. Fraktur : patah tulang  atau terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
G
1. Gallipot : sebuah wadah untuk tempat obat atau bahan kontras
2. Gastritis : radang pada gaster
3. Genue : dengkul
4. Gonad : alat reproduksi atau organ yang membuat gamet  (pada laki laki adalah testis, dan pada perempuan adalah ovarium
H
1. Hemothoraks : darah di dalam rongga pleura biasa terjadi karena cedera di dada
2. Hepatitis : peradangan pada sel-sel hati
3. Hepatomegali : pembesaran hati
4. Hernia : biasa dikenal dengan turun berok atau penyakit akibat turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot dinding perut
5. High Kv : teknik pada bidang radiologi dengan memanfaatkan tegangan (kV) tinggi dengan menurunkan nilai mAs untuk menghasilkan gambaran radiografi yang sama dengan kondisi kV standar pada sebuah pemeriksaan radiologi.
 
6. Horizontal : garis mendatar
7. Hydroneprosis : distensi dan dilatasi dari renal pelvic, biasanya disebabkan oleh terhalangnya aliran urin dari ginjal (Obstruksi), Hydroneprosis biasa disebut pembesaran ginjal
8. Os Hyoideum : tulang lidah
9. Humerus : tulang lengan atas
I.
1. Incusura / Insisura : sebuah lekukan tulang atau lengkungan dari sebuah pinggir tulang
2. Inferior : bagian bawah
3. Insert tube : salah satu dari komponen tabung sinar-x yang terbuat dari tabung kaca hampa udara dengan dilengkapi KNAP yang saling berhadapan 
4. Insisivus : gigi seri
5. Internal : bagian dalam
J.
1.
K
1. Karsinoma : tumor ganas
2. Kateter : sebuah pipa panjang,ramping,dan fleksibel,yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk beraneka tujuan.Kateter terbuat dari bahan lentur yang dapat dilihat dengan sinar-X.
3. Kolimasi merupakan bagian yang terbaik dari x-ray beam restrictors yang digunakan untuk mengatur luas lapangan penyinaran, keluarnya sinar-x dan sebagai off fokus radiasi  
4. Kromosom Asentrik : potongan kecil kromosom yang tidak mengandung sentromer. Kromosom ini merupakan hasil dari terjadinya delesi atau pematahan pada lengan kromosom, baik terminal atau interstisial.  
5. Kromosom Cincin (ring) hasil penggabungan lengan kromosom dari dari satu kromosom yang sama. 
6. Kromosom Disentrik kromosom dengan dua buah sentromer sebagai hasil dari penggabungan dua kromosom yang mengalami patahan 
  
L
1. Os Lacrimale : tulang air mata
2. Lamina : lempeng tulang yang tipis
3. Lateral : posisi miring dalam kondisi tidur ataupun berdiri
4. Os Laximale : tulang mata
5. LET : Linear Energy Transfer atau tingkat energi yang tersimpan sebagai partikel bermuatan pada saat radiasi menembus bahan ( keV / mikron )
6. Longitudinal : membujur
7. Os Lumbal : tulang pinggang
M
1. Malleolus : merupakan penonjolan tulang yang besar (pada ujung bawah tibia dan fibula)
2. Os Mandibula : tulang rahang bawah
3. Os Manubrium sterni : tulang hulu
4. Ossa Manus : tangan
5. Marker : alat yang terbuat dari timbal yang di gunakan sebagai penanda objek  (biasanya Marker itu R atau L maksud nya yaitu R untuk penanda bagian objek sebelah kanan dan L untuk penanda bagian objek sebelah kiri )
6. Maskularis : susunan otot
7. Os Maxilla : tulang rahang atas
8. Medial : bagian tengah
9. Minyak pendingin : berfungsi sebagai menetralisir atau mendinginkan panas yang dikeluarkan pada saat eksposi dan juga berfungsi sebagai memproteksi tegangan tinggi. 
9. Molar : gigi geraham
N
1. Os Nasal : tulang hidung
2. Needle : jarum suntik (wing needle : jarum suntik berbentuk sayap)
3. Nervus : susunan syaraf
O
1. Oblique : posisi tubuh dalam keadaan miring sebesar 45 derajat
2. Oral : mulut
3. Os Orbita : tulang rongga mata
3. Os : tulang
4. Ossa : tulang - tulang
P
1. Os Patella : tulang tempurung lutut
2. Ossa Pedis :  tulang kaki
3. Pelvis : tulang panggul
4. Perifer : bagian tepi
5. Plain foto : foto pendahuluan untuk mengecek persiapan yang dilakukan oleh pasien
6. Polyuria : fisiologis normal dalam beberapa keadaan, seperti diuresis dingin, diuresis ketinggian, dan setelah minum cairan dalam jumlah besar.
7. Post Void : keadaan dimana jumlah urine dalam kandung kemih sudah sedikit bahkan tidak ada
 karena telah dikeluarkan melalui prosses buang air kecil  
8. Posterior : bagian belakang
9. Premolar : gigi geraham depan
10. Processus : merupakan penonjolan yang panjang
11. Os Proccessus Xyphoideus : tulang taju pedang
12. Profunda : dalam
13. Proksimal : bagian yang dekat ke pusat tubuh
14. Prone : posisi tiduran diatas meja pemeriksaan
15. Os Pubis : tulang kemaluan
16. Pulser : alat yang berfungsi sebagai penghasil tegangan untung merangsang kristal pada transducer dan membangkitkan pulsa ultrasound
17. Pyelonepritis : inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal.
Q
1.
R
1. Radiosensitifitas tingkat sensitivitas terhadap paparan radiasi yang berhubungan dengan kematian sel, khususnya kematian reproduktif sel 
2. Os Radius : tulang pengumpil
3. Ragebol : kemoceng
4. Ramus : sebuah cabang yang besar dari bagian tubuh utama
5. Refraksi : perubahan panjang gelombang akibat dari berpindahnya gelombang ultrasound dari suatu media ke media lainnya. hal ini menyebabkan penurunan intensitas
6. Rotasi : gerakan memutar sendi
S
1. Sand bag : bantalan pasir yang berfungsi supaya tidak ada pergerakan pada objek
 
2. Os Sacrum : tulang kelangkang
3. Os Scavula : tulang belikat
4. Sel : bagian yang terkecil dari makluk hidup yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop
5. Sentral : bagian pusat
6. Sinistra : bagian kiri
7. Sinus : sebuah rongga yang berisi udara
8. Sirkumduksio : gerak sirkular atau pergerakan gabungan fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi
9. Sirosis : penyakit yang sudah lanjut dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan ikat di dalam hati dan hati menjadi keras
10. Spina : sebuah penonjolan tulang yang runcing
11. Spons : alat yang terbuat dari busa yang digunakan supaya objek tidak mengalami pergerakan
12. Spuit : 
 sebagai alat untuk pemasukan bahan kontras atau sebagai injector
13. Striktura : penyempitan pada organ
14. Sulcus : depresi atau celah di permukaan organ
15. Superfisial : dangkal
16. Superior : bagian atas
17. Supine : posisi tidur terlentang di atas meja pemeriksaan
T
1. Thorax : paru - paru
2. Os Tibia : tulang kering
3. Tourniquet : berfungsi untuk mengontrol vena dan arteri sirkulasi ke ujung pada jangka waktu tertentu.
4. Transducer : alat yang berfungsi sebagai transmitter (pemancar) sekaligus sebagai receiver (penerima). dalam fungsinya sebagai pemancar, transducer merubah energi listrik menjadi mekanik berupa getaran suara berfrekuensi tinggi. dan fungsi receiver pada transducer adalah merubah mekanik menjadi listrik  
  
5. Transversal : melintang
6. Trochanter : penonjolan tulang yang bulat dengan ukuran besar
7. Trochlea : bagian persendian tulang yang berbentuk katrol
8. Tuber : penonjolan tulang bentuknya besar
9. Tuberositas : penonjolan tulang yang berbentuk bulat dengan ukuran sedang
10. Tube Shield berfungsi sebagai pengaman dan proteksi komponen-komponen yang ada didalamnya, perisai tabung terbuat dari metal + Pb.  
11. Tube Housing : salah satu dari komponen tabung sinar-x yang berfungsi untuk melindungi insert tube dari benturan fisik dan juga menjaga agar sinar-x tidak menyebar kesegala arah
U
1. Umbilikus : pusar
2. Ulcers :
    erosi dari mukosa dinding lambung (karena cairan gaster, diet, rokok, bakteri )
3. Os Ulna : tulang hasta
4. Urinari : sistem perkemihan
5. USG (Ultrasonografi) : pemeriksaan dalam bidang penunjang radiodiagnostik yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi dalam menghasilkan imajing tanpa menggunakan radiasi, tidak menimbulkan rasa sakit (non traumatic), tidak menimbulkan efek samping, relatif murah, pemeriksaannya cepat dan persiapan serta peralatannya lebih mudah
V
1. Vena : pembuluh darah balik yang membawa darah dari jaringan tubuh kembali ke jantung
2. Vertebrae : ruas tulang belakang
3. Vertikal : garis tegak
4. Viewing box : boks atau kotak yang didalam nya terdapat sebuah lampu yang digunakan untuk memperjelas atau membantu dalam proses membaca foto rontgen
W
1. Window berfungsi sebagai jendela pengatur keluarnya sinar-x pada tube housing.
2. Wire : alat yang menghubungkan pulsa listrik dengan kristal
3. Wrist atau carpals : tulang pergelangan tangan
X
1. X-ray beam restrictors : perangkat yang terpasang pada pembukaan di tube housing sinar x-mengatur ukuran dan bentuk berkas sinar-x. restrictors dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu aperture diafragma, canus dan cilinders dan kolimator

Y
1.
Z
1. Zygomaticum : tulang pipi


 

 http://cafe-radiologi.blogspot.com/p/istilah-radiologi.html

Radiology Full Muscik...!

Followers

Pages

 

Zona Cafe Radiologi © 2011 Design by Best Blogger Templates | Sponsored by HD Wallpapers